Selasa, 05 Juli 2011

Icon Wisata Budaya Kota pariaman



Salah satu ritual budaya masyarakat kota Pariaman yaitu tabuik. Tabuik berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammmad SAW, Imam Husain dalam pertempuran karbala yang diadakan tanggal 10 Muharram.
Tabuik merupakan icon wisata budaya Kota Pariaman. Untuk melengkapi sarana dan prasarana wisata budaya tersebut, tahun ini diresmikan penggunaan rumah tabuik. Rumah ini berfungsi sebagai tempat pembuatan tabuik, sekaligus juga sebagai museum tabuik. Dengan demikian, tabuik akan hadir di Kota Pariaman, tidak saja sekali setahun. Namun warga maupun pengunjung dapat menikmati dan menggali informasi lebih dalam tentang tabuik setiap harinya.
Di Pariaman, Festival Tabuik ini telah dimulai pada tahun 1824. Saat itu, pelaksanaan pertamanya diprakarsai para pedagang Islam beraliran syiah yang datang dari berbagai daerah dan negara, seperti Aceh, Bengkulu, Arab dan India. Karena tidak ada penolakan terhadap tradisi tersebut oleh masyarakat Pariaman, kemudian perayaan Tabuik itu dilaksanakan setiap tahun.
Pesta Tabuik ini, dulu dikenal sebagai ritual tolak bala, yang diselenggarakan setiap tanggal 1-10 Muharram. Lokasi utama Pesta Tabuik biasanya berada di obyek wisata Pantai Gondoriah, sekitar 65 kilometer arah utara Kota Padang. Tabuik dilukiskan sebagai  'Bouraq', binatang berbentuk kuda bersayap, berbadan tegap, berkepala manusia (wanita cantik), yang dipercaya telah membawa arwah (souls of the) Hasan dan Husein ke surga. Dengan dua peti jenazah yang berumbul-umbul seperti payung mahkota, tabuik tersebut memiliki tinggi antara 10-15 meter.
Puncak Pesta Tabuik adalah bertemunya Tabuik Pasa yang terdiri dari gabungan 12 desa dan Tabuik Subarang yang terdiri dari gabungan 14 desa. Kedua tabuik itu dihoyak dengan ditingkahi alat musik tambur dan gendang tasa. Petang hari kedua tabuik ini digotong menuju Pantai Gondoriah, dan menjelang matahari terbenam, kedua tabuik dibuang ke laut. Dikisahkan, setelah tabuik dibuang ke laut, saat itulah kendaraan bouraq membawa segala arak-arakan te rbang ke langit (surga).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar